Bully, di Bully dan mem-Bully

Bully, di Bully dan mem-Bully

Siapa yang nggak mengenal kata “Bully”?
Di zaman serba modern ini, teknologi juga berpengaruh besar terhadap penyerapan kata-kata baru sekalipun dalam bahsa asing. Menurut Google searc engine, Bully memiliki arti :










Sumber gambar : dokumen pribadi
Tapi, sepemahaman kita, Bully berarti “menyudutkan” seseorang melalui bahasa verbal. Tanpa kita sadari, panggilan atau julukan yang kita “sematkan” pada salah satu teman di kelas, bisa menjadi “Bully yang kasat mata”
Tidak hanya terbatas pada panggilan atau julukan. Ada pula sikap dari salah satu teman sekelas atau bahkan seangkatan yang tidak kita sukai, *yang perlu menjadi koreksi bagi diri sendiri, kenapa juga kita tiddak menyukai sikap anak tersebut? Apa kita sudah koreksi? Apa kita sudah benar 100%? Sehingga kita bisa dengan mudahnya men-judge dodok itu? Atau, selama ini, kita hanya ikut-ikutan teman yang lain untuk sekedar mem-bully atau menjauhi sosok tersebut?*
Hey gals, they are human too right? Same with us. They have a same conditions to keep alive. Kita bukan tuhan, kita bukan hakim dan kita nggak punya hak, untuk asal menghakimi dia. Anggap saja kita ada di posisi sosok yang di-Bully, bagaimana perasaan kita?
Sosok yang di-Bully, secara nggak langsung, mengalami tekanan psikologis, yang bahkan tidak diketahui oleh orang-orang disekitar mereka. Sehingga, suatu saat, jika tekanan itu semakin besar, berujung pada hal-hal yang tidak kita duga sebelumnya? Ambil satu contoh ekstrim, Drop out. Apa kita pernah berfikir? Bagaimana kehidupan sosok yang di-bully itu ketika dia memasuki sekolah baru? Tidak serta-merta dia menjadi sosok yang langsung bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Tidak. Salah besar. Mungkin, dari luar, dia terlihat tegar, tapi jauh di lubuk hatinya, ia mengalami trauma psikologis yang akan terbawa hingga dia dewasa. Dia akan selalu takut menghadapi lingkungan baru, dia takut berteman dan menjadi anti sosial.
Seperti yang sudah dipelajari di pelajaran sosiogi, “Manusia adalah makhluk Sosial” bayangkan, jika kita menjadi sosok yang di-Bully, apa kita sanggup?
Didalam pelajaran Biologi-pun, hubungan antar makhluk hidup terbagi menjadi 3 :
1.      Simbiosis Mutualisme
2.      Simbiosis Komensalisme
3.      Simbiosis Parasitisme
Diketahui, simbiosis memiliki arti, hubungan antar makhluk hidup. Ada yang saling menguntungkan, ada yang satu untung, satu tidak rugi dan ada yang satu untuk tapi meerugikan yang lain. Coba renungkan, kita termasuk ke kelompok yang mana? Kelompok 1? Kelompok 2? Atau kelompok 3?
 Jangan merasa benar, jangan bangga kita melawan aturan dan jangan bangga, kita bisa mengikuti “trend mem-Bully” seseorang. Apa untungnya untuk kita? Gaul? Nge-hits? Helloo...anak hitz itu sepadan bro, baik prestasi maupun sosialnya. Anak gaul yang berprestasi tapi juga terkendali dari sikap sehari-harinya. Sudah seperti itu? Jika belum, mohon dipikirkan kembali, saat kita menyudutkan seseorang. Jika sudah, izinkan aku sebagai penulis, berguru sama kamu. Sampai sekarang, aku juga masih berusaha untuk tidak memandang orang lain dari sudut pandang buruk.
Yang terakhir, untuk sosok-sosok yang mengawali atau yang “memprokamirkan” panggilan/julukan/sikap menjauhi ke salah satu teman mereka, coba tanyakan, alasan dia mem-Bully sosok itu. Bisa jadi, karena dia tidak suka karena ia kalah saing, entah karena kalah keren, kalah pintar de el el. Atau bisa jadi karena dia sendiri malah nggak bisa apa-apa, hanya ingin diakui menjadi sosok keren karena sudah berhasil mem-bully seseorang.
Dear pem-Bully, mau sampai kapan kamu mem-Bully sosok itu?
Mau berapa orang lagi? Mau berapa lama lagi? Dan mau sampai kapan kamu menghapus harapan mereka untuk berkarya. Seandainya kamu ada di posisi mereka, sanggupkah kamu? Kalau nggak sanggup, please, don’t even try Bullying someone.


*dari aku – si pengamat, dan sosok yang pernah di-bully dan mem-bully di masa lalu*

“Paopao”

Komentar